Disadari atau tidak, setiap
kegiatan yang dilakukan oleh manusia selalu ada kaitannya dengan matematika.
Bahkan, perkembangan teknologi modern yang terjadi saat ini tidak luput dari
peran matematika. Oleh karena itu, matematika
merupakan salah satu ilmu dasar yang harus dikuasai manusia, terutama oleh
siswa dalam rangka mempersiapkan siswa menghadapi permasalahan di dunia nyata.
Menurut NCTM atau National Council of Teachers Mathematics (Maryanti,
2012:5) terdapat lima kompetensi dalam pembelajaran matematika, yaitu: pemecahan
masalah matematis (mathematical problem
solving), komunikasi matematis (mathematical
communication), penalaran matematis (mathematical
reasoning), koneksi matematis (mathematical connection), dan
representasi matematis (mathematical representation). Kelima kompetensi tersebut sangat
diperlukan untuk kehidupan siswa sehingga menjadi warga negara yang kreatif dan
bermanfaat sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dalam Permendiknas No. 22
tahun 2006 yaitu untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Kemampuan yang mencakup kelima kompetensi tesebut
adalah kemampuan literasi matematis.
Menurut
Kusumah (Maryanti, 2012:16) ‘literasi matematis adalah kemampuan menyusun
serangkaian pertanyaan (problem posing),
merumuskan, memecahkan dan menafsirkan permasalahan yang didasarkan pada
konteks yang ada’. Hal tersebut sependapat dengan yang dikemukakan oleh Isnaini
(Maryanti, 2012:16) yang mendefinisikan literasi sebagai kemampuan peserta
didik untuk dapat mengerti fakta, konsep, prinsip, operasi, dan pemecahan masalah
matematika. Menurut draft assassement
PISA 2012, PISA mendefinisikan kemampuan literasi matematis sebagai berikut.
Mathematical literacy is an individual’s capacity to
formulate, employ, and interpret mathematics in a variety of contexts. It includes
reasoning mathematically and using mathematical concepts, procedures, facts,
and tools to describe, explain, and predict phenomena. It assists individuals
to recognise the role that mathematics plays in the world and to make the
well-founded judgments and decisions needed by constructive, engaged and
reflective citizens.
Jadi berdasarkan definisi di atas,
literasi matematika merupakan kemampuan individu untuk merumuskan, menggunakan
dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks, termasuk kemampuan
melakukan penalaran secara matematis dan
menggunakan konsep, prosedur, fakta, sebagai alat untuk mendeskripsikan,
menerangkan dan memprediksi suatu fenomena atau kejadian. Hal ini berarti,
literasi matematis dapat membantu individu untuk mengenal peran matematika di
dunia nyata dan sebagai dasar pertimbangan dan penentuan keputusan yang
dibutuhkan oleh masyarakat.
Lembaga internasional
yang melakukan studi mengenai kemampuan literasi matematis siswa adalah Organisation for Economic Cooperation and
Development (OECD) yang proyeknya diberi nama Programme for International Student Assessment (PISA). PISA
bertujuan untuk memonitor hasil dari sistem pendidikan yang berkaitan dengan
pencapaian belajar siswa yang berusia 15 tahun. PISA diadakan secara berkala setiap
tiga tahun sekali.
Kemampuan literasi
matematis dianggap sebagai salah satu komponen penting yang dibutuhkan siswa
untuk dapat berhasil memecahkan soal-soal PISA. Kemampuan
ini juga berfokus kepada kemampuan siswa
dalam menganalisa, memberikan alasan, dan menyampaikan ide secara efektif,
merumuskan, memecahkan, dan menginterpretasi masalah-masalah matematika dalam
berbagai bentuk dan situasi.
Kemampuan literasi
matematis siswa Indonesia masih rendah. Hal ini terlihat dari hasil penelitian
yang dilakukan PISA pada tahun 2003, 2006, dan 2009. Hasil penelitian PISA tahun
2003 dalam bidang matematika menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat 38
dari 40 negara, dengan rataan skor 360. Pada tahun 2006 rataan skor siswa
Indonesia naik menjadi 391, yaitu peringkat 50 dari 57 negara. Pada tahun 2009
Indonesia hanya menempati peringkat 61 dari 65 negara, dengan rataan skor 371,
sementara rataan skor internasional adalah 496 (Balitbang dalam Maryanti,
2012:4).
Menurut Hayat (Maryanti,
2012:19), kompetensi yang diukur dalam literasi matematis dalam studi PISA
terbagi atas tiga bagian, yaitu kompetensi reproduksi, kompetensi koneksi, dan
kompetensi refleksi. Soal yang paling mudah disusun untuk mengetahui pencapaian
kompetensi reproduksi. Soal-soal ini termasuk soal skala bawah yang disusun
berdasarkan konteks yang cukup dikenal oleh siswa dengan operasi matematika
yang sederhana. Soal sedang disusun untuk mengetahui kemampuan siswa dalam
kompetensi koneksi. Soal-soal ini termasuk soal skala menengah yang memerlukan
interpretasi siswa karena situasi yang diberikan tidak dikenal atau bahkan
belum pernah dialami oleh siswa. Soal yang sulit disusun untuk mengetahui
pencapaian kompetensi koneksi. Soal-soal ini termasuk soal skala tinggi yang
menuntut penafsiran tingkat tinggi dengan konteks yang sama sekali tidak
terduga oleh siswa.
Penilaian literasi
matematis yang dilakukan oleh studi PISA ini
terdiri dari 6 tingkatan atau level. Soal literasi matematis level 1 dan
2 termasuk kelompok soal dengan skala bawah yang mengukur kompetensi
reproduksi. Soal literasi matematis level 3 dan 4 termasuk kelompok soal dengan
skala menengah yang mengukur kompetensi koneksi. Sedangkan, soal literasi
matematis level 5 dan 6 termasuk kelompok soal dengan skala tinggi yang
mengukur kompetensi refleksi.
Berdasarkan data OECD
(Maryanti, 2012:6) dalam setiap konten matematika yang diujikan dalam studi
PISA, rata-rata siswa Indonesia menduduki peringkat level 2 ke bawah. Hal ini
mengindikasikan bahwa kemampuan literasi siswa Indonesia hanya sampai pada
kompetensi reproduksi yaitu kemampuan siswa untuk mengoperasikan matematika
pada konteks yang sederhana. Hal ini berarti kemampuan literasi matematis level
3-6 untuk siswa Indonesia masih rendah. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa minat siswa-siswa Indonesia untuk mempelajari matematika
masih rendah. Matematika masih dianggap sebagai kumpulan angka-angka dan
rumus-rumus. Siswa hanya menghapalkan rumus-rumus matematika tanpa tahu makna
dan cara mengaplikasikan konsep-konsep tersebut dalam permasalahan yang
dihadapi sehari-hari. Akibatnya, matematika dianggap sebagai mata pelajaran
hapalan yang mudah terlupakan.
Untuk dapat
meningkatkan kemampuan matematika siswa khususnya kemampuan literasi matematis,
seorang guru haruslah memilih dan memilah metode pembelajaran yang sesuai.
Karena menurut Polya (Sumardyono, 2007:6), pekerjaan utama seorang guru
matematika adalah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk membangun kemampuan siswa
dalam menyelesaikan masalah matematika.
DAFTAR
PUSTAKA
Maryanti, E.
(2012). “Peningkatan Literasi Matematis Siswa melalui Pendekan Metacognitive Guidance”. Tesis
pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung:
tidak diterbitkan.
OECD
(2009). Learning Mathematics for Life A View Perspective From PISA. Paris:
OECD Publications
OECD (2010). PISA
2012 Mathematics Framework. Paris: OECD Publications.
Sumardyono.
(2007). “Pengertian Dasar Problem Solving”.
[Online].
Tersedia:erlisitonga.files.wordpress.com/2011/12/pengertiandasarproblemsolving_smd.pdf.
[4 April 2013].
terima kasih, sangat membantu
BalasHapusAssalamualaikum...
BalasHapusIbu tia ada tesis mb marianti tdk?ssya lgi cti refrensi tentang literasi matematika
terimaksih.. sangat membantu.
BalasHapus